SUMBAR - Secara geologi Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), daerah yang sangat tinggi risiko bencana. Mulai dari banjir, banjir bandang, gempa bumi, longsor, hingga tsunami.
Terkait hal itu, penguatan penanggulangan bencana terus dilakukan Pemprov Sumbar. Salah satunya melalui Program Desa Tangguh Bencana (Destana) di daerah 19 kabupaten dan kota di Sumbar.
"Destana yang terbentuk baru 43, tahun ini 10. Jadi baru 53 Destana yang tersebar di kabupaten dan kota, " kata Kalaksa BPBD Sumbar, Jumaidi saat Sosialisasi Destana di Kantor Bupati Tanah Datar.
Tak dipungkiri, jumlah itu masih jauh dari harapan. Pasalnya, setiap desa, nagari, atau kelurahan di Sumbar harus memiliki Destana. Hanya saja, sejak digarap 2012 lalu oleh BNPB, hingga kini Destana di Sumbar baru terlaksana di 53 nagari (2, 18 %).
Baca juga:
Jabatan Wawako Padang Harus Segera Diisi
|
Berdasarkan pantauan, jumlah nagari, desa, dan kelurahan di Sumbar mencapai 1.159. Jumlah itu sesuai data yang tercantum di sumbar.bps.go.id pada tahun 2021 lalu.
"Karena anggaran yang terbatas. Sesuai RPJMD, setahun itu kita hanya mampu melaksanakan 10 Destana, " ujar Jumaidi.
Khusus tahun 2022 ini, BPBD Sumbar kembali melaksanakan program Destana di 5 kabupaten dan kota, yakni dua nagari di Tanah Datar, Sawahlunto, Kota Solok, Kabupaten Solok, dan Agam, yang masing-masing dua nagari.
Kendati begitu, menurut Kalaksa BPBD Sumbar ini, , segala upaya peningkatan kesiapan masyarakat dan Pemda dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana penting dilakukan.
Salah satunya, sebut Jumaidi, melakukan mitigasi bencana, penyusunan rencana kontingensi, pelatihan dan edukasi masyarakat, serta menyiapkan sarana dan prasarana penanggulangan bencana dalam upaya menurunkan risiko (dampak).
"Namun yang paling penting itu, membangun sinergisitas, koordinasi dengan semua stake holder dalam meningkatkan pemahaman, mulai dari pra bencana, tanggap bencana, hingga pascabencana, " imbuhnya.
Semua itu, lanjutnya, juga sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada 22 Februari 2022 lalu. Semua pihak harus siaga, antisipatif, responsif, dan adaptif berorientasi pada pencegahan terjadinya bencana.
Kemudian, hal serupa juga pernah dilontarkan Gubernur Sumbar, Mahyeldi dalam sejumlah pertamuan. Semua stake holder diingatkan harus bersinergi dan kolaborasi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana.
"Nah, Destana inilah yang kita harapkan, agar berupaya bisa mengurangi risiko bencana di nagari, desa, atau kelurahan di setiap kabupaten dan kota, " jelas Jumaidi.
Mantan Kadinsos Sumbar ini berpendapat, tujuan Destana ini meningkatkan peran masyarakat, kapasitas kelembagaan, aparatur, dan kerjasama di nagari, desa, atau kelurahan dalam mengelola sumber daya alam untuk mengurangi risiko bencana.
"Semuanya harus terlibat, baik Pemda, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat, serta masyarakatnya harus punya tujuan yang sama dalam penanggulangan bencana ini, " harapnya.
Kalaksa Tanah Datar, Yusnen menambahkan, Destana ini sangat penting diterapkan di semua nagari. Khusus di Tanah Datar, meskipun belum semua punya program Destana, namun setiap nagari sudah memiliki Satgas Bencana.
Ia berpendapat, keberadaan Satgas Bencana di Tanah Datar berperan penting dalam upaya pengurangan risiko terjadinya bencana. Saat ini, sebanyak 75 nagari di Tanah Datar, masing-masing memiliki 20 personel Satgas Bencana.
"Semuanya sudah kita bekali dengan beragam program, seperti pelatihan mitigasi bencana, manajemen risiko bencana, hingga praktik ke lapangan, " jelasnya.
Kendati begitu, Yusnen tidak menampik bahwa saat ini tidak semua Satgas Bencana di Tanah Datar programnya maksimal. Terlebih sejak Tanah Air dilanda pandemi COVID-19 yang telah meruntuhkan ekonomi masyarakat.
Dengan situasi itu, Yusnen berharap adanya anggaran lebih dari Pemda, BPBD Provinsi, hingga BNPB untuk membantu program peningkatan personel Satgas Bencana di Tanah Datar. Apalagi, persinel ini menjadi ujung tombak penanggulangan bencana.
"Terlebih lagi, Tanah Datar termasuk aqurium atau lumbungnya bencana di Sumbar. Ada gempa, banjir, banjir bandang, longsor, gunung berapi, cuma tsunami yang tidak ada, " tukasnya.
Sementara, Wali Nagari Atar, Halyu Pardi sangat berharap, setiap personel Satgas Bencana harus difasilitasi dengan program BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi, dalam penanggulangan bencana, terutama tanggap bencana dan pascabencana sangat berisiko dengan keselamatan.
"Risikonya sangat besar, nyawa taruhannya. Kalau bisa bukan hanya BPJS Ketenagakerjaan, tapi juga BPJS Kesehatan. Semoga ada anggarannya dari Pemda, atau Pemprov, " harapnya. (*)